INDOPOL MEDIA, PALANGKA RAYA – Di balik lembaran uang rupiah baru yang kini beredar di tangan masyarakat, tersimpan teknologi canggih dan strategi nasional yang matang.
Bank Indonesia (BI) mengungkap bahwa penguatan unsur keamanan uang rupiah tahun emisi 2022 (TE 2022) berhasil membuat Indonesia meraih penghargaan internasional “Best New Banknote Series” dari International Association Currency Affairs (IACA) tahun 2023 di Meksiko.
Menurut Nurul Hakim, Analis Junior Departemen Pengelolaan Uang (DPU) Bank Indonesia saat menjadi narasumber dalam acara Forum Komunikasi Media yang digelar BI Perwakilan Kalimantan Tengah, menyebutkan bahwa pencapaian ini bukan sekadar soal estetika, tetapi hasil dari inovasi mendalam untuk melindungi masyarakat dari peredaran uang palsu.
“Desain baru uang TE 2022 dirancang dengan filosofi Indah, amaN, dan TAhaN lama (INTAN). Kami menggunakan teknologi pengaman terkini seperti microlenses dan tinta magnetik dinamis agar uang rupiah semakin sulit dipalsukan,” ujar Nurul di depan peserta Forum Komunikasi Media BI, di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Nurul menjelaskan, unsur pengaman uang TE 2022 mengadopsi standar terbaik bank sentral dunia, termasuk penggunaan benang pengaman teknologi microlenses yang menghasilkan efek gerak dinamis, serta tinta warna berubah (Optically Variable Magnetic Ink) yang memunculkan kilau berbeda saat dilihat dari berbagai sudut.
“Kalau diperhatikan, efek gerak warna ‘gold to jade’ pada pecahan besar itu bukan sekadar gaya. Itu adalah sistem keamanan optik yang kompleks — sulit ditiru bahkan dengan teknologi cetak canggih sekalipun,” jelasnya.
Selain keamanan, BI juga menyesuaikan berat dan gramatur kertas menjadi seragam 90 gsm agar lebih tahan lama dan nyaman digunakan.
“Uang rupiah TE 2022 lebih lentur, tidak mudah sobek, dan memiliki lapisan pelindung (coating) khusus untuk pecahan kecil seperti Rp1.000 hingga Rp5.000,” tambahnya.
Tak hanya fokus pada inovasi fisik, BI juga menggencarkan kampanye edukasi Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah (CBP) agar masyarakat semakin sadar nilai simbolik dan ekonomi uang nasional.
Nurul menegaskan, edukasi ini penting agar masyarakat tidak hanya menggunakan rupiah sebagai alat tukar, tapi juga memahami fungsinya sebagai simbol kedaulatan dan stabilitas ekonomi bangsa.
“Kita ingin masyarakat tahu cara mengenali keaslian uang, merawatnya, dan memahami bahwa rupiah bukan sekadar uang, tapi identitas bangsa,” ucap Nurul.
Bank Indonesia juga menyoroti meningkatnya risiko pemalsuan uang di era digital. Teknologi cetak modern dan kemudahan akses internet memungkinkan pelaku kejahatan mencoba memproduksi uang palsu berkualitas tinggi.
Untuk mengantisipasi hal ini, BI memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum melalui Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC) dan Regional Counterfeit Analysis Center (BI-RCAC) di empat provinsi besar.
“Setiap laporan uang yang diragukan keasliannya kini bisa diklarifikasi melalui sistem BI-CAC. Masyarakat tidak perlu takut melapor, BI akan meneliti dan memberikan hasil resmi,” kata Nurul.
Dengan beragam inovasi tersebut, rupiah kini tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan di mata dunia.
“Pengakuan internasional ini bukti bahwa Indonesia mampu bersaing dalam inovasi pengelolaan uang. Tapi yang lebih penting, masyarakat kita merasa aman dan bangga menggunakan rupiah,” tutup Nurul. (din)